Teladan dari Gus Dur yang Kebaikannya Tak Ingin Diketahui Orang

teladan-dari-gus-dur-yang-kebaikannya-tak-ingin-diketahui-orang

JAS HIJAU – Membicarakan sosok sekaliber Gus Dur memang tak ada habisnya. Kiai yang pernah menahkodai Indonesia ini memang menjadi teladan karena jejak-jejak yang telah ditorehkan.

Bahkan, selepas kepergiannya pun, dirinya selalu menjadi perbincangan lantaran sepak terjangnya yang berani dan selalu berpihak pada yang lemah. Ada banyak catatan yang mengurai bagaimana beliau mampu menjadi oase di tengah gejolak dan gemuruh yang terjadi.

Nah, kali ini kita akan mengulas tentang sepak terjangnya yang tak banyak orang ketahui, tentang lelaku beliau yang memang dirahasiakan dari khalayak.

Ya, dalam hal-hal sosial, kebaikan-kebaikan dan teladan semasa hidupnya tidak ingin diketahui banyak orang. Baginya, berbuat baik tak butuh pengakuan publik.

Pada salah satu ceramahnya, saat Haul Mbah Ibrahim Asmoroqondi, Tuban, K.H. Marzuki Mustamar menuturkan tentang teladan dari Gus Dur yang tak banyak orang ketahui.

Kiai Marzuki, sapaan karibnya, menuturkan kisah-kisah bagaimana lelaki yang terlahir dengan nama Abdurrahman Ad-Dakhil itu tidak ingin kebaikan-kebaikan yang dilakukannya diketahui banyak orang. Berikut kisahnya;

Kisah Pertama
Semasa hidupnya, Gus Dur pernah “terlihat kontras” dengan K.H. Maimun Zubair. Bukan rahasia umum lagi, kalau publik menilai hubungan kedua kiai ini memang tidak baik-baik saja. Anggapan itu terlihat benar, karena keduanya tidak pernah terlihat bersama bahkan sekadar untuk melakukan klarifikasi tentang kabar yang beredar pun tak dilakukan.

Namun pada kenyataanya, kata Kiai Marzuki, saat Gus Dur wafat, Mbah Moen yang memimpin salat jenazahnya. Pun, saat peringatan 1000 hari Gus Dur di Tebuireng, Jombang, Mbah Moen yang memimpin tahlil. Dan, pada saat itu pula Mbah Moen bercerita banyak tentang fakta yang sebenarnya, tentang dirinya dan Gus Dur semasa hidupnya.

Mbah Moen pun menceritakan bahwa semua adalah rekayasa dari Gus Dur sendiri agar kebaikannya tidak dibicarakan orang saat dirinya masih hidup. Suatu ketika, saat Mbah Moen hendak menikahkan salah satu puteranya, Gus Dur menawarkan bantuan dengan catatan tidak boleh ada yang mengetahuinya. Bahkan Gus Dur merekayasa seakan-akan keduanya sedang tidak baik-baik saja.

“Saya menikahkan anak habis jutaan rupiah. Saya tak pernah mengeluarkan uang sepeser pun, semua uang itu dari Gus Dur. Tapi dirahasiakan agar orang-orang tidak tahu bahwa yang membantu saya adalah Gus Dur,” ujar Mbah Moen.

“Sudah, Anda tetap terlihat beruswah saja dengan saya, supaya orang-orang tidak tahu amalku,” kata Gus Dur kepada Mbah Moen kala itu.

“Apa Anda kuat seperti itu? Demi menyembunyikan amalnya agar tidak diketahui manusia,” ujar Mbah Moen kepada orang yang hadir di Tebuireng saat itu. 

Maka tak heran jika setelah itu banyak yang mencibir Gus Dur dengan anggapan sebagai seorang santri yang sudah tidak perhatian dan taat pada kiainya. Namun kenyataannya tidak, semua itu hanyalah cara Gus Dur untuk menyembunyikan kebaikan-kebaikannya.

Kisah Kedua
Selepas peringatan 40 harinya Gus Dur, tiba-tiba ada seorang tamu datang ke kediaman Kiai Marzuki di Gasek, Malang. Kemudian orang itu memberikan piagam dan beberapa ratus lembar sarung yang katanya pemberian dari Gus Dur.

“Kok tidak diberikan saat beliau (Gus Dur) masih hidup?” tanya Kiai Marzuki kepada sang tamu.

Sang tamu pun menjawab dengan singkat: “Karena ini wasiat Gus Dur!”

Lalu, kenapa pemberian tersebut harus berupa piagam dan sarung, bukan barang-barang dalam bentuk lainnya?

Diketahui bahwa Kiai Marzuki berhasil menguasai gereja di Malang dengan meng-Islam-kan orang-orang di sana sehingga gerejanya pun kosong. Lalu, Kiai Marzuki membeli gereja itu dan menjadikannya madrasah.

Rupanya Gus Dur mendengar kabar tersebut dan berinisiatif memberikan penghargaan dan sarung sebagai bentuk dukungan pada para mualaf. Namun tidak diberikan semasa hidup karena Gus Dur tidak ingin kebaikannya diketahui banyak orang.

Kisah Ketiga
Setelah peringatan 100 harinya Gus Dur, ada tamu lagi datang ke kediaman Kiai Marzuki dan menyerahkan tiga koper tas. Setelah dibuka isinya adalah uang sebanyak tiga miliar rupiah.

Kemudian tamu tersebut menyampaikan pesan bahwa uang tersebut adalah pemberian dari Gus Dur agar dibagikan kepada yatim piatu dan janda-janda se-Kabupaten Malang. Ya, lagi-lagi, Gus Dur tidak mau kebaikannya diketahui banyak orang.

Hal ini pun senada dengan yang diceritakan Mbah Moen: Suatu ketika, tepatnya di Malang Jawa Timur, sebelah barat Panjen ada daerah namanya Jatikerto. Di Jatikerto ada orang biasa bukan ulama besar, orang tersebut berumur sekitar 30 tahun, namanya Agus.

Gus Dur pernah mendatangi rumahnya dan menitipkan 3 koper. Akan tetapi koper tersebut tidak boleh dibuka sebelum Gus Dur wafat. Agus pun menepati janjinya kepada Gus Dur, ia tidak membuka koper tersebut sebelum Gus Dur wafat. Akhirnya, ketika Gus Dur telah wafat, Agus kemudian membuka koper tersebut. Agus pun dikejutkan oleh isi dari koper pemberian Gus Dur tersebut.

Isi koper itu yakni uang sebesar 3 miliyar, diwasiatkan oleh Gus Dur uang tersebut agar dibagikan kepada anak-anak yatim dan janda-janda miskin. Dan, inilah tamu yang menyerahkan uang tersebut kepada Kiai Marzuki.

Demi menyembunyikam amal, Gus Dur pun sampai sebegitunya. Terkadang penampilan jelek, kontroversi, agar orang-orang mencemoohnya, tidak menganggapnya kiai dan wali. Mbah Moen pun mengungkapkan bahwa banyak orang yang tidak tahu sejatinya diri Gus Dur. Akibatnya, banyak yang mencemooh Gus Dur.

Kisah Keempat
Gus Dur pernah ditanya oleh Kiai Marzuki tentang mengapa dirinya sering berkunjung ke geraja.

Gus Dur pun menjawab: “Apa tidak boleh aku ikut merawat umat yang tercecer? Apa kamu kira di geraja tidak ada umat Islam yang bekerja di sana? Apa salah bila di gereja aku menyampaikan kebenaran tentang Islam, agar mereka mengetahui tentang Islam yang sebenarnya, sehingga yang Muslim tetap Islam dan yang Kristen bisa masuk Islam?”

Kebiasaan Gus Dur juga bertanya dan menasihati para Muslim yang bekerja mencari nafkah di gereja.

Ya, Gus Dur menjelaskan kepada Kiai Marzuki babwa dari satpam hingga tukang bersih-bersih di geraja itu adalah saudara-saudara kita umat Islam yang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

“Begini lo Marzuki, di gereja itu satpamnya Islam, cleaning Service-nya Islam, di gereja itu tukang kebunnya juga Islam. Lah, saya mau di undang ke gereja, nanti habis ceramah saya punya kesempatan merawat imamnya satpam tadi,”

“Kamu masih Islam, kan? Kuatkan ke-Islam-man mu!” Begitu cara Gus Dur menasihati umat Muslim agar tetap menjaga keimanannya.

Jadi, tujuan Gus Dur ke geraja bukan mendukung gerakan Kristenisasi, melainkan menyampaikan dakwah Islam dan merawat umat yang tercecer. Perbuatan yang sangat baik, namun rawan fitnah. Oleh karenanya, Gus Dur selalu dituduh liberal dan mendukung gerakan Kristenisasi.

Kisah Keenam
Setelah kejadian Bom Bali, Gus Dur sangat sedih dan bingung, memikirkan kondisi keamanan umat Muslim yang ada di sana. Kemudian, Ketua Hindu Bali diangkat menjadi Ketua Dewan Syuro PKB oleh Gus Dur. Keputusan ini ditentang banyak orang dari kalangan NU sendiri, tapi Gus Dur tak bergeming, ia tetap pada pendiriannya.

Fakta yang mengejutkan adalah respon umat Hindu di Bali pada umat Islam tetap baik-baik saja, terutama Nahdliyin, selepas kejadian Bom Bali tersebut. Kemudian, saat Kiai Marzuki hendak berceramah pun cukup menunjukkan Kartu Anggota NU, beliau pun aman berdakwah. Kabarnya, Ketua Umat Hindu itu pun akhirnya memilih masuk Islam di kemudian hari.

Kisah Ketujuh
Sepeninggal Gus Dur, banyak sekali ditemukan bangunan masjid dan tanah wakaf yang berasal dari pemberian beliau, tersebar di beberapa daerah hingga pulau luar bahkan sampai ke negeri Kincir Angin, Belanda.

Maka sebab itulah Gus Dur begitu dekat dengan tokoh-tokoh non-Muslim demi melancarkan strategi dakwahnya, termasuk meloloskan izin pendirian masjid di Belanda yang bahkan takmirnya adalah putera Ketua Korcab Banser Kabupaten Malang.

Itulah sekelumit kisah tentang Guru Bangsa yang tak lelah menegakkan nilai kemanusiaan. Beliau telah mengajarkan kita semua bahwa lebih baik dianggap buruk tapi kenyataannya baik, daripada dianggap baik tapi kenyataannya buruk.

Begitulah Gus Dur ragam kisahnya; tentang kebaikannya yang tak ingin diketahui orang. Beliau mengajarkan kita semua bahwa berbuat baik adalah keharusan namun jangan sampai menghabiskan waktu untuk mengumumkan kepada banyak orang. [DR]

4 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *