Tombo Gelo, Sisi Lain Kiai Ali Maksum

tombo-gelo-sisi-lain-kiai-ali-aksum

JAS HIJAU – Suatu saat Kiai Ali Maksum kerawuhan tamu, awalnya sang tamu akan diarahkan menuju bedheng (tempat ngiyup tukang) yang juga dijadikan Kiai Ali Maksum tempat memantau kinerja tukang di lingkungan pesantren. Namun, kemudian berubah arah. Tamu yang kemudian diketahui berasal dari Mranggen itu kemudian diminta untuk menunggu di nDalem (kediaman) beliau.

Tujuan tamu tersebut ingin ngaturi beliau mengisi taushiyah di acara haflah khotmil qur’an. Setelah mencocokkan tanggal dan Kiai Ali Maksum menyanggupi, akhirnya tamu tadi pamit sambil ngaturi amplop untuk keperluan transportasi, mengingat Yogya-Mranggen jaraknya tidaklah dekat. Hal ini kerap dan dianggap lumrah dilakukan tergantung shohibul hajat atau panitia penyelenggara acara yang bersangkutan.

Takdir ternyata berkata lain, Kiai Ali Maksum urung hadir di Mranggen dikarenakan Mbah Nyai Sukis Munawwir (ibu mertua beliau) wafat. Kemudian salah satu pengurus atau guru pondok Krapyak diutus datang ke Mranggen untuk mengabarkan kondisi yang terjadi sembari mengembalikan amplop transport yang kemarin diaturkan kepada Kiai Ali Maksum, di mana jumlahnya masih utuh tanpa dikurangi. Ketika ditolak, utusan Kiai Ali Maksum tersebut memohon untuk diterima kembali sebab ini sudah menjadi pesan dan dawuh Kiai Ali Maksum.

Setelah berselang beberapa waktu, Kiai Ali Maksum hadir di perhelatan acara untuk memberi mauidzoh khasanah di pesantren lain dekat dengan pesantren tamu di atas. Masih satu dusun dan satu jalan, jadi sangat berdekatan. Umumnya di kalangan kiai, setelah acara berakhir maka akan banyak dari mereka yang mengharap dan meminta Kiai Ali Maksum untuk mendatangi rumah mereka.

Namun, semuanya diabaikan. Padahal sudah berderet para kiai dan gawagus (para gus) yang siap mengantre agar kediamannya diberkahi Kiai Ali Maksum. Justru uniknya, beliau mencari-cari tamu yang dulu pernah sowan ke Krapyak kala itu.

Dengan nada agak tinggi beliau bicara: “Muhibbin, ndi Muhibbin?” Demikian beliau mencari-cari nama tersebut. Sedangkan nama yang dipanggil berada di luar arena. Setelah ketemu akhirnya Kiai Ali Maksum benar-benar bisa datang dan berdoa di Pesantren al-Badriyah asuhan Kiai Muhibbin Muhsin Mranggen. Kerawuhan beliau menjadi obat kecewa karena beberapa waktu lalu gagal rawuh di acara pengajian.

Baca juga: Pondok Pesantren Al-Munawir Krapyak, Yogyakarta


Dari narasi ini, setidaknya Kiai Ali Maksum sedang mengajarkan kepada kita agar menjaga hati orang yang mungkin pernah kita kecewakan untuk kemudian disenangkan dan digembirakan hatinya. Intinya, idkholus surur itu juga penting. Dan kami sendiri meyakini, Kiai Ali Maksum saat ini akan selalu disenangkan dan dibahagiakan oleh Allah Ta’ala.

Kagem Kiai Ali Maksum, lahual-Fatihah. [DR]


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *